Selasa, 12 Maret 2013

Simpan BAB 2 (Keselamatan Menurut Kristen)



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Doktrin Keselamatan Menurut Kristen
1.      Sejarah Kekristenan
Kata kristen adalah adalah agama yang disampaikan oleh Yesus Kristus (nabi Isa).[1] Istilah Kristen pertama kali dipakai di Gereja Antiokhia (Syria) tepatnya sekitar tahun 40-an pada abad pertama masehi. Kemudian sebutan ini telah dibakukan pada 60-an.[2] Kekristenan lahir di tengah-tengah bangsa Yahudi di Palestina sebelum pertengahan abad pertama Masehi. Sejarah munculnya kekristenan tidak terlepas dari sejarah agama dan budaya Yahudi yang telah mengalami pergolakan sejarah yang sangat panjang.[3] Istilah Christian (O)i, ditemukan sekitar abad pertama M. Mula-mula istilah ini digunakan untuk menggambarkan prajurit-prajurit Kristus, rumah-rumah Kristus, bahkan digunakan juga untuk para pendukung-pendukung Kristus.[4]
Hancurnya Yerusalem di tangan Babilonia tepatnya pada tahun 586 SM mengakibatkan banyak rakyat Yahudi tersebar luas dari Palestina, juga kembalinya orang Yahudi ke Yerusalem dibawah pimpinan Ezra dan Nehemia, ditambah lagi adanya terobosan kebudayaan Yunani-Helenistik sejak ditaklukkannya Asia Barat Daya oleh Alexander Agung (333-332 M), maka setelah Palestina dipengaruhi oleh kebudayaan Helenisme.[5] Akhirnya bangsa Yahudi dijajah oleh bangsa Mesir (320-204 SM), Siria (204-165 SM) dan Romawi (63 SM-70 M).[6]
Pada masa kekuasaan Romawi dan kekaisaran Romawi berpusat di Roma merupakan pusat kekeuatan politik dunia pada masa menjelang munculnya kekristenan. Herodes agung yang memerintah dari tahun 37 SM – 4 M. Pada masa inilah Herodes ditunjuk sebagai seorang raja di wilayah Yudea yang berpusat di Yerusalem. Pada saat itu bait suci Allah di Yerusalem kembali dibangun (Yoh 2:20) dan masa ini kelompok-kelompok politik dan keagamaan Yahudi (golongan Saduki, Herodian, Farizi, Zelot, dan Esseni serta lembaga Sanhendrin) sangat dihargai.[7]
“Dalam Kisah Para Rasul 24:5, para pengikut Yesus mula-mula ini pada waktu itu hanya dianggap sebagai salah satu aliran atau sekte dari agama Yahudi. Memang ada beberapa kesamaan antara agama Yahudi dan Kristen. Tetapi Yudaisme disini sangat menekankan ritualisme, aturan-aturan lahiriah yang ketat, etika-sosial, dimana semuak aktifitas itu bertujuan agar dapat berkenan pada Allah. Disinilah terdapat titik perbedaan dengan ajaran kekristenan mula-mula. Yang menjadi perbedaan pokok antar Yudisme dan Kekristenan (para pengikut Yesus mula-mula) pada masa itu adalah masalah kepercayaan kepada Yesus. Sebab bagi para pengiklut Yesus yang mula-mula, Yesus bukanlah hanya sekedar nabi dan guru melainkan lebih dari sekedar itu adalah mesias perjanjian baru yang telah lama dinanti-nantikan oleh bangsa Israel. Hal ini tentunya atas dasar nubutan nabi-nabi pada perjanjian lama yang kini telah digenapi dalam diri Yesus dari Nazaret (zak 9:9; Mat 16:15-17). Karena itu pula, para pengikut Yesus mula-mula waktu itu sering disebut orang-orang Nasrani (Kis 24:5) atau juga disebut Orang Kristen (Kis 11:26b)”.[8]

Kata Kristen yang sering digunakan berasal dari bahasa Yunani yaitu Kristianos atau Kristianoi yang berarti pengikut Kristus. Awalnya kata ini merupakan kata yang bernada ejekan.[9]
Istilah ekklesia dalam konteks perjanjian baru tentang gereja dapat diartikan sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus dan yang telah dipanggil keluar dari dunia untuk dipersatukan dalam kesatuan tubuh Kristus.[10] Jadi kekristenan bukanlah sekedar aturan-aturan atau ajaran-ajaran agama tertentu melainkan suatu ungkapan dari iman kepada Yesus Kristus sebagai Mesias yang datang untuk menjadu Juru selamat umat manusia.[11] Yesus sendiri pernah membuat pernyataan penting sehubungan dengan gereja (Mat 16:13-19). Berdasarkan ayat tersebut maka dapat diketahui bahwa pribadi Yesus merupakan dasar dari gereja, Ia adalah Mesias yang menyelamatkan umat manusia dari segala dosa. Jadi titik awal berdirinya gereja adalah ketika seseorang menerima Yesus sebagai Tuhan di dalam hatinya, menjadi pengampun bagi dosa-dosanya.
“pada zama setelah rasul-rasul (70-140 M) kekristenan semakin tersebar keluar mulai dari daerah Syria, Asia kecil, Yunani, Mesir, Mesapotamia, dan Italia. Dan setelah itu kira-kira pada tahun 150-200 M, kekristenan banyank diserang oleh ajaran sesat oleh ajaran-ajaran bidat seperti: Gnostitisme dan ajaran-ajaran yang palsu (Kis 15:1-11).”[12]
Kekjristenan masuk ke daerah persia dan India pada abad ke 3 M. Pada masa inilah kekristenan mengalami gelombang sejarah yang baru. Setelah mengalami penganiayaan penganiayaan lagi dari kekaisaran Romawi, akhirnya kekristenan memasuki masa-masa tenang, tepatnya sejak Constantinus Agung menjadi kaisar Romawi (306-337 M). Adapun masa tenang ini sebagai akibat dari agama Kristen  yang dijadikan sebagai agama resmi pada masa kekaisaran Romawi, sehingga setiap warga negara diwajibkan memeluk agama Kristen.[13]
Setelah itu kekristenan terlibat dalam perdebatan Kristologis yang panjang yang berujung pada munculnya beberapa konsisli diantaranya: Konsisli di Nicea(325 M). Konsilis Nicea ini diadakan sebagai tanggapan atas ajaran Arius. Arius percaya bahwa Allah Bapa lebih besar daripada Allah Anak, yang pada gilirannya lebih besar daripada Roh Kudus.[14] Konsili Konstantinopel (berlangsung dari bulan Mei sampai Juli 381 M), konsili ini membenarkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah sepenuhnya dan manusia sepenuhnya. Kondisi di Efesus (431 M), dan konsili Chalcedon (451 M). Akibat dari terjadinya perdebatan teologis dalam beberapa konsili tersebut adalah terpecah-belahnya Kristen di Timur. Kristen timur menyebutnya dirinya sebagai Kristen Ortodoks timur, terdapat di Rusia dan Balkan, sedangkan Kristen di Barat yang bernama Kristen Katolik yang berpusat di Roma. Kristen Katolik di Barat telah memakai sistem kepausan, dimana Leo Agung (440-461 M) menjadi Paus yang pertama.[15] Sekitar abad ke 7 M gerakan Islam muncul sebagai kekuatan baru dibidang agama dan politik, di wilayah timur tengah.
“Hingga abad ke 20 Kekristenan mulai masuk ke zaman modern, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi canggih semakin berkembang pesat. Situasi dunia saat itu banyak mengalami perubahan besar dibandingkan pada waktu-waktu sebelumnya, kususnya pasca perang dunia I pada tahun 1914-1918. Keadaan bertambah buruk dengan terjadinya perang dunia II pada tahun 1939-1945. Peristiwa-peristiwa dunia itu turut berpengaruh terhadap kekristenan. Dalam kekristenan waktu itu telah bermunculan berbagai ilmu perang yang sering kali konflik satu dengan yang lainnya.”[16]


2.      Pandangan Alkitab Tentang Keselamatan
Dalam perjanjian lama, kata keselamatan memiliki dua pengertian yaitu : Pertama, keselamatan keselamatan pada masa kini atau zaman ini (olam hazeh, dalam bahasa Yunani aion houtos), [17] artinya bahwa keselematan itu adalah berkat Allah dalam bentuk perlindungan, pemeliharaan, kelepasan dari musush-musuh dan pemulihan Allah. Kedua, keselamatan yang bersifat eskatologis atau masa yang akan datang ( ollam habba,  dalam bahasa Yunani aion mellon ) artinya keselamatan dalam pengertian memperoleh kehidupan kekal di surga.[18]
Melalu berbagai cara Allah bertindak untuk menyatakan kehidupan kekal bagi bangsa-bangsa maupun individu-individu, melalui percaya kepada Allah maka bangsa-bangsa akan diselamatkan. Berbica mengenai keselamatan dalam Perjanjian Lama yang dibicarakan bukan hanya masa kini atau bersifat kekinian tetapi juga berbicara soal kehidupan dimasa yang akan datang. Hidup dalam berkat anugerah Allah, masuk dalam persekutuan dengan Allah dalam kerajaan sorga.
Dalam kitab-kitab injil, kata “menyelamatkan” dan “keselamatan” mengacu kepada suatu berkat eskatologis (mengenai hal-hal terakhir) maupun berkat masa kini. Keselamatan itu sama dengan kehidupan yang kekal dan masuk ke dalam kerajaan Allah dalam masa yang akan datang (Mark 10:17-33). Keselamatan yang akan datang ini memiliki dua pengertian, pertama lebebasan dari kefanaan, kedua, peraekutuan sempurna dengan Allah. Keselamatan eskatologi tidak hanya meliputi penebusan tubuh, tetapi juga pemulihan persekutuan antara manusia dengan Allah yang telah terputus oleh dosa.[19]
Kitab Roma menulis bahwa semua manusia telah berdosa (Rm 3:10-18,23). Dalam kitab Efesus 2:8-9 dikatakan bahwa usaha manusia itu sia-sia. Itu berarti bahwa manusia memerlukan seorang penebus, yang  bisa menebus dan menyelamatkan dirinya dari dosa.
Dalam Yohanes 14:6, Yesus berkata “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”. Ayat ini menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan dan bukan salah satu jalan. Keselamtan hanya akan terjadi jika seseorang percaya kepada Yesus Kristus. Tanpa iman kepada Yesus Krustus maka tidak akan mungkin seseorang dapat diselamatkan atau masuk kedalam kerajaan sorga.
Yesus adalah sebuah nama yang berasal dari akar kata dalam bahasa Ibrani yang berarti menyelamatkan atau mendatangkan keselamatan (Mat 1:21; 21:31-32; Luk 19:10; Yoh 4:42; Fil 3:20). Tetpai dalam dalam Markus 5:34 menyatakan bahwa imanlah yang menyelamatkan.[20] “Siapa yang percaya akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”(Mark 16:16). Ayat ini memberi penjelasan tentang dua hal yaitu percaya dan tidak percaya. Jika percaya maka akan diselamatkan. Kata yang kedua yaitu tidak percaya, merupakan paradoks kata percaya, dijelaskan bahwa siapa yang tidak percaya maka akan dihukum.
Dalam Kisah Para Rasul  4:12 dikatakan “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”. Ayat ini menegaskan bahwa untuk diselamatkan satu-satunya syiarat untuk memperoleh keselamatan adalah adal percaya keda Yesus Kristus. Sebab hanya kepada iman kepada Yesus Kristus orang akan diselamatkan dan ini adalah hukum Allah yang tidak dapat diubah atau digantikan dengan hukum lain, sebab sifatnya mutlak.
Jadi yang dimaksudkan dengan keselamtan di sini adalah terbebaskan dari hukuman kekal dan masuk ke dalam kerajaan surga, memperoleh kehidupan kekal untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

3.      Dasar Allah Menyelamatkan Manusia

a.       Anugerah
Anugerah atau kasih karuniamerupakan suatu pemberian Allah yang sebenarnya tidak bisa diperoleh melalui perbuatan baik apapun.[21] Anugerah Allah, yaitu sifat kasih Allah yang diberikan kepada manusia, dimana manusia sesungguhnya tidak layak untuk menerimanya, karena dosa yang telah tinggal di dalam hidup manusia.[22]
Kata “anugerah”, diterjemahkan dari kata dasar kharis yang berasal dari bahasa Yunani. Pengertian umum dari istilah kharis, yaitu kemurahan hati (Luk 2:40,52), dimana kata kharis ini diterapkan pada Yesus.[23] Gagasan anugerah itu didasari atas segala perbuatan Allah terhadap Umat-Nya dalam rangka keselamatan. Karya-karya Allah yang diarahkan pada manusia yang olehnya manusia diselelamatkan itulah anugerah.

1.      Anugerah Umum
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa akibat memakan buah yang berada di tengah-tengah taman Eden, maka manusia dijatuhi hukuman. Hidup manusia manusia menjadi berat dan sukar. Namun, dibalik semua itu Tuhan telah memberikan jaminan terhadap hidup manusia. Manusia harus bekerja keras untuk mendapati hidupnya.
Anugerah aalah salah satu cara supaya manusia dapat diselamatkan. Anugerah umum ialah saat Allah tidak memusnahkan alam semesta, dan sebaliknya Allah menghidupi seluruh jagad raya termasuk manusia manusia yang mendiaminya. Anugerah umum ialah melayani manusia untuk diselamatkan. Kristuslah yang sanggup mendatangkan anugerah. Dialah yang akan memikul dan menanggung semua hukuman manusia.[24] Jadi yang dimaksud anugerah umum adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan melalui Yesus Kristus kepada seluruh manusia.

2.      Anugerah Kusus
Kelahiran dan kehidupan Kristus di dunia, tinggal bersama manusia, serta menyelamatkan manusia, inilah yang dimaksud dengan anugerah khusus.[25] Perlu diketahui bahwa hanya anugerah Allah saja yang sanggup menyelamatkan manusia dari hukuman dosa.

b.      Pilihan Allah
Pemberitahuan anugerah telah ditentukan jauh sebelum dunia ini dijadikan bagi setiap orang yang menerimanya. Untuk menyelamatkan dan menjadikan setiap manusia sebagai saluran anugerah bagi orang-orang yang ada di sekitar mereka. Pilihan Allah inilah yang menjadi dasar kedua dari keselamatan (Rm 8:29; Ef 1:4-5; I Pet 1:203; dan 2 Tes 2:13).
Anugerah ini hanya berguna bagi setiap mereka yang benar-benar mau menerimanya. Jadi, setiap orang yang meneriman anugerah itu akan beroleh keselamatan dan sebaliknya, orang-orang yang menolak anugerah ini akan kehilangan keselamatrannya.[26]



c.       Panggilan Allah
Panggilan Allah ini ditujukan kepada semua manusia (Yes 1:18; Mat 11:21; Yoh 3:16; Rm 10:13; 2 Pet 3:9; Why 22:17b) dan bersifat pribadi (Mar 1:16-20; 2:14). Panggilan Allah ini berhubungan langsung dengan keselamatan seseorang  (Ams 7:14-15; Mat 11:18-30).[27] Panggilan seseorang pada awalnya dimulai oleh Allah tritunggal. Pertama, panggilan ini merupakan inisiatif atau karya Allah Bapa (1 Kor 1:9; 1 Tes 2:12; 1 Pet 5:10). Namun, dalam pelaksanaannya Allah Bapa mengutus Allah Anak (Mat 11:28; Luk 5:32; Yoh 7:37 Rm 1:6). Kemudian Kristus memanggil melalui firman-Nya dan Roh Kudus (Mat 10:20; Yoh 15:26; Kis 5:31-32).[28]

3.      Tujuan Keselamatan

a.       Dalam Sifat Manusia

i.     Pengetahuan akan Allah
            Alkitab menyatakan bahwa manusia memiliki pengetahuan akan Allah melalui suara alam ciptaan-Nya (Rm 1:20; Kis 14:15-17; 17:22-23). Dengan demikian, maka tujuan Allah menyediakan keselamatan bagi manusia ditunjukkan melalui sisa-sisa pengetahuan akan Allah yang Ia biarkan tetap dimilki oleh manusia.[29]

ii.   Pengetahuan akan Dosa
            Tujuan Allah menyediakan keselamatan bagi manusia ditunjukkan melalui adanya dosa dari kejahatan yang terjadi. Hal tersebut terjadi karena semua manusia memiliki kesadaran moral sekalipun norma pertimbangan moral yang mereka anut lebih lebih rendah daripada norma moral yang dikemukakan dala Alkitab.[30]

b.      Dalam Alkitab
Perjanjian Baru merupakan penggenapan Perjanjian Lama, yang mengunggkapkan tentang tujuan Allah. Semua tindakan Allah kepada umat Israel di Perjanjian Lama membantu untuk menetapkan dan mengembangkan iman kepada Allah. Tuntutan-tuntutan ilahi serta hukumannya bagi yang tidak taat, membantu untuk membangkitkan kesadaran akan kesalahan serta kekuatan akan akibat-akibat dosa. Sistem korban dan keimanan untuk meyelenggarakan, menunjukkan perlunya suatu cara untuk menghilangkan kesalahan manusia. Keselamatan merupakan rencana Allah. Allah memiliki tujuan yang jelas, seperti yang dikatakan dalam Efesus 1:9-10, “meyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesua dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi."[31]

4.      Syiarat-Syiarat Keselamatan
      Diatas telah dijelaskan tentang anugerah Allah. Untuk memenuhi anugerah tersebut seseorang harus memenuhi syiarat-syiarat yang telah yang telah ditentukan. Syiarat tersebut antara lain :

a.       Mengakui Dosa
Kenyataannya banyak orang yang tidak mampu untuk mengakui dosa-dosanya. Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, maka Roh Kudus akan menginsafkan akan dosa dan akan memampukan manusia untuk menyadari dosa-dosanya.

b.      Bertobat
Untuk mendapat anugerah keselamatan Allah maka manusia harus bertobat. Pertobatab berarti berbalik dari dosa-dosa kepada Tuhan. (Ams 1:23; Mat 18:3; Kis 3:19). Melalui ayat-ayat ini Alkitab menghimbau agar semua orang berbalik kepada Allah.[32] Keselamatan bukanlah serangkaian upacara dan peraturan keagamaan yang rumit atau sekumpulan tindakan yang gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia. Keselamata terjadi dengan seketika dalam kehidupan seseorang ketika ia dengan sungguh-sunnguh percaya kepada Allah.[33] Jadi keselamatan ini bisa dikatakan bersifat pribadi, karena keselamatan ini didapat seseorang ketika ia secara pribadi berbalik dan percaya kepada Allah.

c.       Iman
Iman adalah percaya. Jadi untuk mendapatkan anugerah keselamatan dari Allah, seseorag harus beriman dan percaya dengan sepenuh hati kepada Allah yaitu Yesus Kristus.[34]


5.      Bukti-Bukti Bagi Orang Yang Diselamatkan

a.       Keselamatan didapat dari kesaksian langsung dari Roh Kudus (Rm 8:16). [35]
b.      Bukti lahiriah kepada semua orang adalah hidup dalam kebenaran dan kesucuian yang sejati (Ef 4:24; Tit 2:12).[36]


6.      Proses Keselamatan

a.       Pertobatan
Menurut arti kata, pertobatan berarti perubahan pikiran. Menurut Spurgeon, pertobatan merupaka akibat dari ketakutan terhadap penghukuman dan ketakutan terhadap murka Allah.[37] Pertobatan merupakan sambutan manusia untuk Tuhan.[38]
Dalam Matius 4:17; Markus 1:15 dan Lukas 24:47, Yesus menyerukanb agar orang-orang Yahudi yang hidup dalam dosa segera bertobat sehingga dengan demikian akan memperoleh keselamatan. Dalam Perjanjian Lama, Alkitab menerjemahkan kata “tobat”, yang berarti berbalik, berpaling atau kembali pada Tuhan  (Ams 1:23; Yes 31:6; Yeh 14:6; Yoel 2:12).[39]
Kata yang dipakai dalam Septuaginta adalah epistrophe, yang memiliki pengertian yang sama dengan kata syub[40]
b.      Iman
c.       Kelahiran kembali
d.      Pembenaran
e.       Pengangkatan
f.       Penyucian
g.      Pemuliaan


[1]Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengenbangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1995), hlm 530
[2] J.D.Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, (Jakarta : Yayasan Bina Kasih/Omf ), hlm 594
[3]HendriksonSimbolon, “Konsepsi Keesaan Allah Menurut Perspektif Islam dan Kristen (Suatu Tinjauan Komparatif)” (Bogor : Sekolah Tinggi Teologi Pentakosta Bogor, 2006), hlm 10
[4]J.D.Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, (Jakarta : Yayasan Bina Kasih/Omf ), hlm 594

[5]H. Jagersma, Dari Alexander Agung Sampai Bar Kokhba, Sejarah Israel Dari 330 sm – 135 M (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994) hlm 13
[6]Hendrikson Simbolon, “Konsepsi Keesaan Allah Menurut Perspektif Islam dan Kristen (Suatu Tinjauan Komparatif)” (Bogor : Sekolah Tinggi Teologi Pentakosta Bogor, 2006), hlm 10
[7] L.E. Toombs, Diambang Fajar Kekristenan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1983), hlm 57-64
[8]HendriksonSimbolon, “Konsepsi Keesaan Allah Menurut Perspektif Islam dan Kristen (Suatu Tinjauan Komparatif)” (Bogor : Sekolah Tinggi Teologi Pentakosta Bogor, 2006), hlm 10
[9]J.D.Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, (Jakarta : Yayasan Bina Kasih/Omf ), hlm 594
[10] R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1984), hlm 173
[11]Hendrikson Simbolon, “Konsepsi Keesaan Allah Menurut Perspektif Islam dan Kristen (Suatu Tinjauan Komparatif)” (Bogor : Sekolah Tinggi Teologi Pentakosta Bogor, 2006), hlm 10

[12] Ibid
[13] Klaus Wetzel, Kompendium Sejarah Gereja Asia, (Malang: Gandum Mas 2000), hlm 26
[14] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996). Hlm 24
[15]HendriksonSimbolon, “Konsepsi Keesaan Allah Menurut Perspektif Islam dan Kristen (Suatu Tinjauan Komparatif)” (Bogor : Sekolah Tinggi Teologi Pentakosta Bogor, 2006), hlm 12
[16] Ibid
[17] Lousi Berkof, Teologi Sistematika Jilid 6, (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 11
[18] Ibid
[19] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1, (Bandung: Kalam Hidup, 1999) hlm 95
[20] W.R.F. Browing, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) hlm, 199
[21]Theol Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996) hlm 139
[22]Ichwei G, Indra, Teologi Sistematika: Pengetahuan Bagi Kaum Awam Dan Anggota Gereja, (Bandung: Literature Baptis, 2003) hlm 131
[23] Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru II, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm 249.
[24]R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1984), hlm 129-131
[25] Ibid
[26]Ichwei G, Indra, Teologi Sistematika: Pengetahuan Bagi Kaum Awam Dan Anggota Gereja, (Bandung: Literature Baptis, 2003) hlm 32
[27] Ibid, hlm 133
[28] Louis Berkof, Teologi Sistematika Jilid 4, (Surabaya: Momentum, 1997), hlm 101
[29] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1992), hlm. 304
[30] Ibid
[31] Ibid, hlm. 305
[32]William W. Menzies., Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malam: Gandum Mas, 1998), hlm. 103.
[33] Ibid, hlm. 102
[34] Ibid, hlm. 135-136.
[35] Ibid, hlm. 96.
[36] Ibid
[37] Harold M. Freligh, Delapan Tiang Keselamatan, (Bandung: Kalam Hidup, 1962), hlm. 25.
[38] Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru II, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm 214.
[39] William W. Menzies., Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malam: Gandum Mas, 1998), hlm. 103.
[40] Niftrik, G.C. van den., B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 493.